Rabu, 06 Mei 2009

Mengenal BPH (1) Jenis dan Bentuk BHP serta Status Yayasan Pendidikan yang Sudah Ada

Pekan lalu Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian Undang Undang Nomor 9 Tahun 2009 (UU BHP) yang diajukan antara lain oleh Nouval Azizi dan Bagus Ananda, masing-masing mahasiswa Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Indonesia. Bukan tidak mungkin pemohon uji materi atas pasal-pasal dalam UU BHP itu dalam waktu dekat akan bertambah. Sementara itu penolakan UU BHP yang diungkapkan dalam demo, diskusi-diskusi dan seminar masih saja berlangsung.

Pada umumnya yang menolak UU BHP mempersoalkan pasal-pasal yang mengatur seputar Pendanaan Pendidikan. Mereka menuding konsep BHP diidentikkan dengan sebuah korporasi dalam dunia bisnis, yang bermuara kepada komersialisasi pelayanan pendidikan. Pengelola pendidikan tidak lagi semata-mata memikirkan bagaimana mengelola pendidikan, tapi juga harus memikirkan bagaimana membisniskan pendidikan. Pendek kata, sementara ini masyarakat pada umumnya beranggapan menetapkan institusi pendidikan sebagai badan hukum, sama dengan komersialisasi pendidikan.

UU BHP bermula dari adanya amanat pembentuk undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat 1 dan ayat 4 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 53 itu disebutkan bahwa Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Lebih lanjut pasal itu menyebutkan bahwa ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.

Pada 17 Desember 2008 rapat paripurna DPR RI mengesahkan RUU Badan Hukum Pendidikan menjadi UU, dan pada 16 Januari 2009 lalu Presiden RI telah mengesahkan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). UU itu terdiri dari 14 bab yang berisi 69 pasal. Sebelum memahami lebih jauh badan hukum baru ini, cobalah kita mengenal tentang jenis, bentuk BHP, serta bagaimana nasib yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain yang bergerak dalam bidang pendidikan yang sudah ada.

Dalam UU BHP dikatakan bahwa BHP adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal. UU BHP juga mengatakan bahwa satuan pendidikan yang didirikan setelah undang-undang ini berlaku, wajib berbentuk BHP. Ini bermakna bahwa barang siapa yang akan menyelenggarakan pendidikan formal, yaitu pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, yaitu sekolah-sekolah baik itu SD, SMP, SMU/SMK, madrasah, sekolah tinggi atau pun universitas tidak boleh lagi dinaungi oleh yayasan, atau persyarikatan/perkumpulan, atau badan hukum lainnya seperti yang dikenal selama ini, akan tetapi sejak 16 Januari 2009 harus diselenggarakan oleh BHP sebagaimana dimaksud dalam UU BHP.

Hal itu juga bermakna bahwa manakala ada pihak yang hendak membuat usaha yang menyelenggarakan kursus-kursus bahasa asing, montir, fotografi, mengemudi, menjahit, tataboga, modes, matematika, atau pendidikan nonformal lainnya, masih boleh menggunakan wadah yayasan atau badan usaha lainnya.

Selanjutnya UU BHP mengelompokkan dua jenis BHP, yaitu BHP Penyelenggara, dan BHP Satuan Pendidikan. BHP Penyelenggara adalah jenis BHP penyelenggara, yang menyelenggarakan satu atau lebih satuan pendidikan formal. BHP Satuan Pendidikan adalah jenis BHP pada satuan pendidikan formal. Harus dipahami bahwa yang dimaksud dengan ‘satu atau lebih satuan pendidikan formal’ adalah dapat meliputi semua jenjang dan semua jenis pendidikan formal.

Lebih lanjut undang-undang itu menggolongkan BHP dari sisi pendirinya. Manakala pendiri BHP itu adalah pemerintah, maka BHPnya disebut Badan Hukum Pendidikan Pemerintah, disingkat BHPP. BHPP didirikan oleh pemerintah dengan peraturan pemerintah atas usul Mendiknas. Kalau pendiri BHP adalah pemerintah daerah, maka BHPnya disebut Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah, disingkat BHPPD. BHPPD didirikan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota. Apabila BHP didirikan oleh masyarakat, maka BHPnya disebut Badan Hukum Pendidikan Masyarakat, disingkat BHPM. BHPM didirikan oleh masyarakat dengan akta notaris yang disahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. BHPP, BHPPD atau pun BHPM hanya boleh mengelola satu satuan pendidikan formal.

Bagaimana dengan satuan-satuan pendidikan yang sudah menyelenggarakan pendidikan formal sebelum ada UU BHP? UU BHP menjawabnya dengan menegaskan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah yang telah didirikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dan telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan berakreditasi A berbentuk BHP. Sedangkan satuan pendidikan tinggi yang telah didirikan oleh pemerintah berbentuk BHP. Sementara itu yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara. Badan hukum lain yang sejenis antara lain adalah organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Mengenai satuan pendidikan yang sudah eksis sebelum berlakunya UU BHP ini lebih jauh ditegaskan bahwa satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, maupun Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang menyelenggarakan pendidikan formal, diakui keberadaannya dan tetap dapat menyenggarakan pendidian formal. Sedangkan yayasan, perkumpulan, atau badan hukum sejenis yang sudah menyelenggarakan pendidikan formal sebelum berlakunya UU BHP akan tetapi belum menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam UU BHP, tetap dapat menyelenggarakan pendidikan.

Namun demikian, satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah tersebut di atas harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHPP dan BHPPD paling lambat empat tahun sejak diundangkannya UU BHP. Bagi Perguruan Tinggi BHMN perubahan bentuk dan penyesuaian tata kelola itu sudah harus dilakukan paling lambat tiga tahun, sedangkan bagi yayasan, perkumpulan, atau badan hukum sejenis harus menyesuaikan tata kelolanya paling lambat enam tahun sejak diundangkannya UU BHP.

Perubahan bentuk dan penyesuaian tata kelola satuan pendidikan sebagai BHPP atau BHPPD dilakukan dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah, sedangkan untuk yayasan, perkumpulan atau badan hukum sejenis, penyesuaian tata kelola dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya. Untuk penyesuaian tersebut, khusus bagi yayasan, perkumpulan atau badan sejenis itu mendapat ‘bonus’ dari pembentuk undang-undang, di mana dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya, memberikan bantuan untuk biaya perubahan akta pendiriannya.

Sumber :Banjarmasin Post
Senin, 27 April 2009 | 00:45 WITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar