Rabu, 06 Mei 2009

Game versus pendidikan formal

Beberapa waktu belakangan ini, ditengah kesibukan sehari-hari saya terpikir mengenai dampak game terhadap pola pikir dan perkembangan seorang anak. Kenapa bisa muncul? Sebenarnya tidak disengaja, saya memiliki keponakan 3 orang dari umur 4 sampai 10 tahun yang begitu akrab dan terbiasa dengan game baik konsol maupun PC. Artikel ini membahas salah satu aspek dari dampak game sambil membandingkannya dengan pola pendidikan formal.

Walaupun orang tua dari keponakan saya masih bersabar terhadap kegilaan saya dengan game, tapi tampaknya mereka semakin susah mengendalikan perilaku anaknya yang begitu terhanyut dengan game yang sering saya berikan. Sering mereka memprotes tindakan saya yang suka memanjakan keponakan dan terkadang mereka takut dengan efeknya. Namun saya dengan sabar memberitahukan bahwa anak yang suka main game tidak selalu berakibat buruk di dalam pendidikan formal jika tetap diarahkan dan dibatasi. Buktinya kedua keponakan saya yang masih SD tetap masuk dalam 5 besar siswa berprestasi. Sementara si kecil satu lagi (usia 4 tahun) sudah bisa mengendalikan aksi Optimus Prime dari Transformer di PSP…. ehem…

Saya mendapatkan beberapa laporan dari internet mengenai dampak perkembangan dunia game terhadap pendidikan anak. Sebenarnya masalah ini cukup menarik perhatian saya karena saat ini rasanya game sudah menjadi hal yang umum di sekitar kita. Mulai dari game online yang ada diwarnet, game mobile di handphone sampai game yang dimainkan di rumah seperti Playstation atau Xbox. Bermain game sudah menjadi hal yang lumrah…

Walaupun tingkat pengguna game di Indonesia masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan pengguna di luar negeri namun kita melihat pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pasar game online terutama sangat besar dan semakin menampakkan wujudnya dengan adanya beberapa finalis Indonesia di ajang perlombaan game tingkat dunia. Ini cukup membanggakan di tengah minimnya prestasi atlit kita. Namun apakah game sudah bisa dikategorikan sebagai salah satu jenis olahraga? Beberapa pihak mengklaim bahwa game termasuk sebagai e-sport. Lepas dari kontroversi itu, game sudah menjadi ajang kompetisi dari sejak munculnya era “game jaringan”. Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa pangsa pasar dari sudut ekonomi sangat besar dan potensinya terus muncul dari waktu ke waktu.

Lalu apa hubungannya dengan dunia pendidikan? Seperti yang kita lihat bersama, kondisi dunia pendidikan kita saat ini tengah menghadapi masa-masa sulit dimana anggaran dari negara jauh dari cukup untuk membiayai media pembelajaran dan pembentukan manusia Indonesia. Sementara itu UN dianggap sebagai salah satu biang kerok dari pemaksaan pusat untuk memenuhi kriteria kualitas dari anak didik. Berbagai kontroversi ini tidak pernah memberikan hasil yang signifikan dalam meningkatkan dunia pendidikan nasional. Kita sering terjebak bahwa yang namanya pendidikan hanya ada didalam ruang sekolah yang selalu diukur dengan nilai ujian dan tanda kelulusan. Benarkah jalur pendidikan hanya itu? Jika anda melihat dari kacamata formal maka jawabannya YA, namun jika anda mau membuka mata lebih lebar maka jawabannya masih bisa berubah….

Di sisi lain, perkembangan game sebagai media hiburan sangat jauh pesat pertumbuhannya. Uang dan bisnis menjadi tolak ukur. Seakan-akan tidak ada korelasi dengan dunia pendidikan. Tapi coba anda renungkan sekali lagi. Ada kemiripan diantara kedua media ini.

* Keduanya berisikan materi pembelajaran.
* Juga memberikan peluang untuk kompetisi dalam bentuk penguasaan materi.

Kedua faktor utama itu tampaknya tidak berhubungan sama sekali jika dilihat sekilas dari pandangan fisik. Belajar di sekolah cenderung serius dan membosankan. Kaku serta harus mengikuti aturan “kata GURU!”. Anda harus belajar melihat dengan kacamata lain. Kita bisa melihatnya dari sisi konsep dan latar belakang visi dan misi yang tersembunyi. Mungkin untuk anak TK dan SD konsep bermain sambil belajar masih kuat diterapkan. Sementara konsep itu berlangsung terus di ruang game station oleh siswa SMP, SMA dan Mahasiswa. Hehehe… maaf, saya tidak bermaksud menyindir pendidikan tingkat lanjutan. Namun kita harus melihat kenyataan bahwa sebenarnya pola itu tetap dapat digunakan untuk media pembelajaran.

Sayangnya sampai saat ini kita masih tidak bisa menggunakan teknologi tersebut untuk aplikasi dunia pendidikan. Walaupun secara teknis kita sudah menguasai teknologi membuat game, namun kita masih saja berpatokan ke sektor hiburan dan komersil. Itu tidak salah sebenarnya. Tapi terkadang saya merasa miris, toh dunia pendidikan juga sudah banyak yang menjadi komersil…. lalu apa bedanya ya?

Memang sudah ada beberapa game edukasi yang muncul di Indonesia namun masih dalam jumlah yang sangat terbatas dan konteksnya masih khusus untuk anak-anak. Paradigma bahwa game adalah untuk anak-anak masih kuat melekat bahkan didalam benak para birokrat kita. Kita tidak bisa menyalahkan hal itu. Mungkin mereka belum pernah main PSP dan hanya bisa mengutak atik ringtone di HP-nya saja. Gaptek? Hehehe…. mungkin….. Padahal game tidak hanya untuk anak-anak. Contoh yang hebat adalah game simulasi perang yang bisa digunakan oleh calon-calon prajurit. Bahkan angkatan bersenjata Amerika menggunakan game FPS ARMY untuk menjadi media promosi dan perekrutan dari para remaja dan mahasiswa. Coba lihat dan download dari situs www.download.com. Simulasi penanggulangan bencana, simulasi pilot penerbangan, game kesehatan dan banyak lagi bisa dijadikan contoh.

Bagaimana kalau kondisi ini berubah? Bayangkan kalau game online digunakan sebagai tools untuk belajar. Coba anda googling untuk mendapatkan berbagai contoh aplikasi penggunaan game untuk dunia sekolah. Sangat banyak inisiatif yang bermunculan saat ini. Apalagi dengan konvergensi antara dunia hiburan dan pendidikan. Game jenis flash sangat mudah digunakan untuk maksud itu. Setiap anak-anak yang bermain di warnet bisa belajar tentang sesuatu yang bermanfaat. Tidak usah tema yang rumit dan kompleks. Mungkin yang sederhana seperti mengenal lingkungan, pola hidup sehat dan banyak tema lokal lainnya. Game tersebut juga bisa dibagikan secara gratis dan didownload untuk dapat dimainkan secara offline seperti yang kita kenal dengan Yahoo Offline Games. Beberapa tools bahkan tersedia gratis dan hanya tinggal menunggu sentuhan para game developer di Indonesia. Namun adakah dukungan dan perhatian pemerintah. Kalau hal ini saya belum bisa berkomentar apa-apa. Mungkin ada lebih tahu dari saya…. ehem…

Pendidikan tidak selalu harus berada di dalam ruang kelas. Dimanapun, media apapun, apalagi yang sedang digandrungi oleh generasi muda dapat digunakan sebagai media edukasi. Kesenjangan digital yang didengung-dengungkan oleh banyak pihak dapat dijembatani dengan lebih cepat oleh penyebaran media game sebagai alat edukasi formal dan non-formal. Dengan media game maka penguasaan teknologi dapat dipercepat.

Artikel ini saya tulis setelah menyelesaikan satu level game serious mengenai penyakit demam berdarah. Ya, anda tidak salah baca: demam berdarah. Saya begitu kesal dengan masih banyaknya ketidak perdulian atau ketidaktahuan mengenai demam berdarah yang saya baca di media massa sehingga terinspirasi membuat game edukasi ini. Tema lokal dengan gaya edukasi non-formal, itulah yang saya inginkan melalui game tersebut. Semoga game itu bisa saya selesaikan dan anda tentu bisa mendownloadnya nanti dari website ini.

Sumber :Samuel Henry on 05 25th, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar