Senin, 04 Mei 2009

Dispendik Siap Hadapi Gugatan

SURABAYA – Protes siswi SMKN 8 Surabaya yang gagal mengikuti ujian nasional (UN) mulai membuat Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya gerah. Dispendik sendiri siap melayani upaya hukum orang tua siswa hamil tersebut.

Persoalan siswi hamil ini mulai menjadi perdebatan yang tidak pernah selesai. Sebagian berpendapat siswi tetap berhak mendapat pendidikan meskipun hamil. Sementara yang lain mengatakan ia harus dimutasi ke sektor non formal karena hamil.

Kepala Dispendik Surabaya, Sahudi, mengatakan siswi hamil tetap tidak bisa menempuh pendidikan bersama siswa reguler lainnya. Pihaknya berharap pemerintah pusat mendirikan kelas layanan khusus (KLK) bagi siswi hamil.

“Kalau ada KLK bagi siswi hamil, upaya pendidikan jalur formal tetap bisa dilanjutkan,” kata Sahudi.

Mantan kepala SMAN 15 Surabaya itu melanjutkan, siswi hamil sebenarnya masuk kategori peserta didik yang membutuhkan layanan khusus. Seandainya siswi hamil dipaksa ikut pendidikan bersama siswa reguler lainnya, dikhawatirkan terjadi keresahan dan iklim sosial yang tidak sehat di sekolah. Karena itu, kata Sahudi, sampai saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat untuk penetapan KLK.

“Jika sudah ada perintah, kami siap menerapkan di Surabaya,” kata Sahudi.

Sahudi juga menyadari, beberapa tahun terakhir banyak kejadian yang menyebabkan siswi di Surabaya hamil sebelum lulus. Kejadian itu tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja.

“Harus ada upaya untuk mengatasi kejadian sosial tersebut daripada merusak institusi pendidikan,” kata Sahudi.

Sementara itu, Koordinator Divisi Pendampingan Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) Surabaya, Nurlailiyah, mengatakan proses pendampingan siswi SMKN 8 Surabaya yang hamil terus dilakukan. Pihaknya sampai saat ini sudah menerima surat rekomendasi berisi kesiapan Komnas HAM dalam menempuh jalur hukum atas pelarangan siswi hamil ikut UN.

Keputusan itu diambil setelah pelaksanaan UN susulan sudah berlalu. Berarti, harapan siswi SMKN 8 Surabaya yang hamil untuk ikut UN hilang. “Karena itu jalur hukum kami tempuh,” kata Laily.

Laily melanjutkan, siswi yang hamil harus bisa memperoleh pendidikan. Pasalnya, pendidikan tetap menjadi kebutuhan dasar siswi di Indonesia. “Meskipun UN susulan sudah selesai, kami tetap mengupayakan siswi hamil itu untuk menyelesaikan pendidikan di jalur formal,” kata Laily.

Sumber :Surabaya Post.com
Rabu, 29 April 2009 | 10:36 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar