Rabu, 18 Maret 2009

Pendidikan Korupsi di Sekolah Menengah Masih Kurang

YOGYAKARTA, RABU - Pendidikan korupsi di sekolah menengah masih dianggap kurang. Para siswa jarang diajarkan tentang seluk-beluk tindak korupsi, termasuk transparansi dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
Pendidikan korupsi di sekolah tidak ada. Untuk pelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) pun hanya disinggung sedikit, kata Rizky Bayu Premana, Koordinator aksi damai Kampanye Simpatik 100 Pelajar se-DIY Peserta Sekolah Antikorupsi Clean Generation, di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta, Rabu (24/9) sore.

Aksi damai ini menjadi salah satu bagian dari sekolah anti korupsi (semacam pesantren kilat) yang diikuti oleh pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan kehiatan rohani Islam (rohis) dari 20 sekolah di DIY.
Pelatihan yang dimotori oleh Forum Pemuda Anti Korupsi (FPAK) bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat Kemitraan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini berlangsung 23-25 September, dengan pemberian materi seputar korupsi, pembahasan kasus-kasus korupsi, dan diskusi antarpeserta.
Ketua FPAK Suraji mengatakan pelatihan ini merupakan rangkaian awal dari program yang direncanakan akan berlangsung selama setahun penuh. " Nantinya, sebanyak seratus siswa SMA di DIY setiap bulan akan mendapat pelatihan antokorupsi ini," katanya.

Lebih jauh, Suraji mengatakan pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan informasi secara mendalam seputar korupsi kepada siswa-siwa tersebut. "Kalau mereka sudah paham, maka mereka bisa mengetahui dan ikut mengawasi jika terdapat praktek-praktek korupsi di lingkungan sekitar mereka," katanya.
Pasalnya, Suraji melihat sekolah sebagai lembaga pendidikan selama ini menjadi sangat rentan terhadap berbagai praktek korupsi. Hal ini tidak terlepas dari begitu banyaknya dana yang dialokasikan untuk program-program pendidikan oleh pemerintah seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sasaran pelatihan pada anak SMA juga dilandasi pemikiran bahwa remaja merupakan usia paling produktif dan relatif lebih mudah dalam menyerap pengetahuan dibanding kelompok usia lain. Penanaman nilai-nilai antikorupsi sejak dini juga dinilai sebagai investasi jangka panjang yang akan menguntungkan di masa depan.
Manfaat pelatihan dirasakan langsung oleh peserta. Menurut Rizky dirinya memeroleh banyak pengetahuan, mulai dari posisi Indonesia yang ternyata menduduki peringkat keempat negara paling korup di dunia, hingga bagaimana cara generasi muda ikut serta memberantas korupsi. Ada tiga cara memberantas korupsi, yakni dengan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, ujarnya.

Sumber : Rabu, 24 September 2008 | 19:37 WIB
Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar