Rabu, 11 Maret 2009

Minim, BOMM SMA dan SMK

JAKARTA, KOMPAS – Kenaikan bantuan operasional manajemen mutu bagi siswa SMA dan SMK dari pemerintah disambut baik pimpinan sekolah. Namun, bantuan tersebut dinilai belum signifikan mengingat kebutuhan sekolah sangat besar.

Selama ini, SMA dan SMK negeri mengandalkan dana dari peserta didik melalui komite sekolah. Padahal, tidak seluruh sekolah mempunyai profil peserta didik dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada tahun 2009 pemerintah menaikkan bantuan operasional manajemen mutu (BOMM) untuk SMA dan SMK. BOMM untuk SMA naik menjadi Rp 90.000 per siswa per tahun, sedangkan bagi murid SMK besarannya naik dari Rp 77.000 per siswa per tahun menjadi Rp 120.000 per siswa per tahun.

Wiwi Siti Zawiyah, Kepala SMKN 10 Kota Bandung, Senin (23/2), mengatakan bahwa satuan biaya ideal per siswa SMK per tahun Rp 4,5 juta. Satuan biaya untuk anak SMK besar karena peserta didik dituntut lebih banyak praktik, yakni sekitar 70 persen dari kegiatan pembelajaran, dan hal tersebut membutuhkan biaya untuk membeli bahan dan alat.

”BOMM dari pemerintah pusat ditujukan untuk peningkatan mutu pembelajaran. Lantaran jumlahnya masih minim, jadi hanya cukup guna membeli bahan praktik dan peralatan,” ujar Wiwi.

Andalkan masyarakat

Untuk biaya operasional sekolah, SMK masih mengandalkan dari masyarakat, dalam hal ini iuran peserta didik melalui komite sekolah. ”Dari masyarakat sekitar 70-80 persen. Namun, siswa tidak mampu dibebaskan dari biaya atau mendapat keringanan karena ada bantuan wali kota Rp 450.000 per siswa per tahun,” kata Wiwi.

Sekolah terbantu pula dengan adanya bantuan pemerintah provinsi dengan perhitungan per siswa Rp 780.000 per tahun. Selain itu, sebagai SMKN dengan jurusan seni, sekolah tersebut juga mendapat bantuan beasiswa khusus dari Departemen Pendidikan Nasional sebesar Rp 390.000 per siswa tiap semester.

Bantuan-bantuan itu sangat besar manfaatnya karena sebetulnya tidak mudah menarik dana dari peserta didik di SMK tersebut.

Kepala SMAN 67 Jakarta Timur Syafruddin mengatakan hal senada. ”Memadai atau tidaknya bantuan dari pemerintah sebetulnya sangat relatif. Namun, kalau hanya mengandalkan bantuan tersebut, tentu saja tidak cukup. Bantuan itu biasanya digunakan untuk tambahan kegiatan sekolah, seperti pendalaman materi dan ujian,” ujarnya.

Sama dengan SMK, SMA masih mengandalkan dana lebih banyak dari masyarakat. Bantuan dari pemerintah daerah biasanya berupa fasilitas dan peralatan. Belum ada bantuan yang sifatnya bantuan operasional rutin.

Sulit cari dana mandiri

Di SMK, kemungkinan untuk mengumpulkan dana dari luar peserta didik dan pemerintah biasanya datang dari unit-unit produksi. Di SMK jurusan seni, misalnya, tambahan dana didapat dari honor undangan mengisi acara.

”Hasil dari unit produksi bisa membantu untuk membeli kostum dan peralatan, tetapi tidak bisa diandalkan untuk menjalankan sekolah,” kata Wiwi.

Untuk SMA bahkan lebih sulit lagi kalau diminta mencari dana secara mandiri, di luar peserta didik, karena SMA tidak mempunyai unit produksi.

(Sumber KOMPAS, 24 Februari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar