Selasa, 10 Maret 2009

Liberalisasi Pendidikan Tinggi

Dalam bukunya, The Outliers, Malcom Gladwell membeberkan kisah orang-orang sukses dan gagal. Beberapa di antaranya Bill Gates, Bill Joy(Sun Microsystem) dan Steve Jobs(Apple Computer)
Salah satu faktor pendukung keberhasilan seseorang adalah kesempatan. Banyak dari orang sukses (misalnya Bill Gates, Bill Joy dan Paul Allen) dalam The Outliers berasal dari kelas sosioekonomi menengah dan atas sehingga bisa mengakses pendidikan bermutu.

Sebaliknya, saat kesempatan itu ditiadakan, seseorang dengan IQ 195, Chris Langan (bandingkan: IQ Albert Einstein 150) harus putus kuliah karena ktiadaan biaya dan berakhir sebagai buruh tani dengan berbagai kepahitan. Di antara kedua titik ini, ada kisah Steve Jobs dari keluarga sederhana yang berhasil mengubah hidupnya dan dunia melalui perusahaan Apple Computer. Meski tidak berasal dari keluarga kaya, Steve Jobs hidup di Silicon Valley dan bergaul dengan para insinyur Hewlett Packard. Pesan dari kisah-kisah ini, kesempatan merupakan pintu awal menuju keberhasilan.

Salah satu fungsi pendidikan adalah memberikan kesempatan itu untuk mengurangi jumlah orang yang berakhir seperti Chris Langan dan Steve Jobs. Jika The Outliers ditulis dalam versi Indonesia, pasti ada banyak kisah Chris Langan dan Steve Jobs ala Indonesia yang bisa menjadi latar belakang pembuatan kebijakan pendidikan atau keputusan negara maupun institusi. Kebijakan yang masih menuai kontroversi adalah UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan(BHP). Ketika sektor-sektor yang memenuhi kepentingan publik dantidak diharapkan memberi keuntungan material, pendidikan menjadi tanggung jawabnegara. Pada era ini, ada pergeseran cara pandang dan praktik terhadap sektor-sektor itu.

Liberalisasi pendidikan
Pasar sebagai salah satu pranata civil society dikendalikan pelaku bisnis, Saat pelaku bisnis menjelajahi dan menguasai sumber-sumber daya dalam pasar, lahan-lahan yang secara historis merupakan usaha untuk kemaslahatan orang banyak sehingga diselenggarakan oleh negara, seperti pendidikan dan kesehatan, kini mulai menjadi garapan pelaku bisnis.

Salah satu dampak positif UU BHP adalah transformasi di PTN. Jerat birokrasi yang berwujud kurang efisien mulai bisa diperbaiki. Sedangkan kalangan yang masih memercayai nilai-nilai sosial demokratis mengkhawatirkan terjadinya liberalisasipendidikan. Meski Pasal 4 UU BHP sudah mengatur bahwa badan hukum pendidikan bersifat nirlaba, fenomena liberalisasi pendidikan tinggi sudah amat terasa, Berbagai jalur yang disediakan PTN-mulai dari jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri(SNM-PTN) hingga jalur khusus dan mandiri - memberi berbagai paket dengan persentase masing-masing.

Alternatif pertama adalah memberi dan meningkatkan jumlah beasiswa pemerintah melalui lembaga mandiri, Lembaga kepanjangan tangan pemerintah ini bertugas menyeleksi kelayakan calon penerima beasiswa secara jujur dan transparan. Penyaluran beasiswa bisa dilakukan melalui PTN maupun PTS. Namun, calon penerima bebas memilih PT mana yang dituju (asal sudah terakreditasi, misalnya). Melalui cara ini PTN dan PTS diberi kesemaptan untuk bersaing secara adil guna meningkatkan mutu dan menjadikan lembaga pilihan mahasiswa.

Alternatif kedua melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Selamaini beberapa korporasi melalui lembaga filantropis (di antaranya Tanoto Foundation, Djarum, dan Sampoerna Foundation) sudah cukup berperandalam ikut mencerdasan bangsa dengan memberikan beasiswa kepada mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Kontribusi dari korporasi ini perlu dihargai. Apa pun motifnya, kontribusi ini sudah terbukti menciptakan banyak Steve Jobs yangbisa berperan bagi bangsa dan masyarakat.

Penghargaan dari pemerintah berupa pemotongan pajak bagi sumbangan filantropis untuk pendidikan setara dengan zakat akan memicu lembaga lain maupun individu melakukan tindakan serupa.

Sumber: Artikel ini telah dimuat di Koran Kompas 2 Maret 2009 hal 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar