Sabtu, 11 April 2009

Pendidikan dasar dan penerapannya

Pendidikan dasar merupakan hak dari setiap warga Negara, seperti yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945. Setiap manusia yang lahir wajib untuk mendapatkan pendidikan, demi terciptanya suatu bangsa yang cerdas serta memiliki martabat tinggi di mata dunia, sesuai dengan bunyi pasal 31 dari Undang – Undang Dasar 1945. Pasal 31, Ayat (1). Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, Ayat (2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, Ayat (3). Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang, Ayat (4). Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, Ayat (5). Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Untuk itu, dari pasal tersebut, dapat kita lihat bahwa subtansi dari lima ayat yang terkandung dalam pasal 31 UUD’45 mengarah kepada kemajuan pendidikan, dengan tanggungjawab berada di tangan Pemerintah.

Mengharapkan kepada Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang gratis merupakan hal yang tak mungkin terealisasi pada zaman ini. Hal ini tampak dari ketidakseriusan pemerintah dalam meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia sesuai yang diamanatkan dan terkesan lepas tangan, apalagi saat ini pemerintah mengeluarkan undang – undang baru yang mengatur system pendidikan di Indonesia, dengan berwujudkan Badan Hukum Pendidikan, dimana setiap lembaga pendidikan formal dimulai dari pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi dapat di Badan Hukumkan sebagai “kendaraan” untuk mengelola pendidikan yang berbentuk perusahaan. UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) sangat tidak sesuai dengan pasal 31 yang termuat dalam Undang – undang Dasar tahun 1945, yang menyatakan pendidikan merupakan hak setiap warga Negara. Dimana setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, bukan dengan cara menjual pendidikan tersebut kepada pihak luar, sehingga pemerintah tidak perlu kembali memikirkan lembaga pendidikan di Nusantara ini.

Walaupun Indonesia telah memplotkan anggaran dana untuk pendidikan sebesar 20% dari dana APBN, tetapi hal itu sebenarnya tidak mencukupi bagi kelangsungan pendidikan secara menyeluruh. Bayangkan saja, kurang lebih 33 provinsi yang ada di Indonesia membutuhkan dana anggaran dari pemerintah Pusat untuk pendidikan. Dimana, setiap warga Negara yang ingin sekolah tidak harus membayar biaya untuk mendapatkan pengetahuan melalui lembaga formal (sekolah – sekolah yang didirikan), untuk mencapai kecerdasan dalam kehidupan bangsa, sesuai dengan amanat Undang – Undang. Jika dicermati, anggaran pendidikan sebesar 20% dari dana APBN bukan hanya untuk pendidikan, bahkan biaya gaji dari tenaga pendidik juga termasuk dalam anggaran 20% tersebut. Sumber yang didapat dari Hizbut Tahrir Indonesia, menyatakan dana dari RAPBN 2009 sebesar Rp.207,1 triliun digunakan untuk biaya pendidikan yang didalamnya juga termasuk gaji tenaga pendidik, biaya operasional, biaya administratif, dan biaya untuk seluruh jumlah pendidik yang ada di Indonesia, beserta uang untuk pengeluaran dosen keluar negeri, dalam meningkatkan mutu yang semuanya diambil dari dana APBN sebesar 20% tersebut.

Belum lagi disaat kita berbicara kepada mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia, sangatlah riskan dan menyedihkan kalau kita menilainya. Mulai dari Pendidik sampai kepada manusia yang didik, semuanya serba minus walaupun masih ada plusnya. Dewasa ini banyak sekali keluhan yang muncul didunia pendidikan kita, dimana tidak bisa terakomodirnya aspirasi intelektual masyarakat yang sudah semakin kritis, dimulai dari akan dibawa kemanakah wajah pendidikan kita, hingga sudah sejauh apakah pendidikan di Negeri ini sudah berjalan. Belum lagi ditambah dengan masalah yang ada pada SDM kita, perlukah pembaharuan dilakukan??? Fenomena ini sama sekali tidak bisa kita remehkan dan dibiarkan begitu saja, sampai kapan kita harus diam saja dengan situasi yang akan membawa kita kepada keterpurukan???.

Berbicara tentang mutualisme pendidikan, saat ini pendidikan kita sedang gencar membicarakan tentang pembentukan karakter (character building) dimana banyak alasan yang mengatakan bahwa metode ini sangat cocok untuk wajah pendidikan kita, tetapi mucul sebuah pertanyan setelah itu bagaimana dengan indicator dan tata nilai dari penerapannya. Maka dari itu pemerintah dengan menteri pendidikannya menerapkan sebuah kurikulum yang katanya bisa menjawab pertanyaan – pertanyaan kritis yang mucul???. Tetapi jawaban dari semua itu belum didapatkan. Pribadi – pribadi yang inovatif, kompetitif dan juga mandiri sangat diperlukan, hal ini belum dapat diberikan oleh pemerintah melalui kurikulum – kurikulum yang selama ini diterapkan, hingga yang terakhir pemerintah menggulirkan penerapan system kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang sampai awal 2009 ini belum menjawab pertanyaan – pertanyaan para kritikus intelektual dari masyarakat. Sampai – sampai, penerapan system KTSP ini menimbulkan sinisme dari khalayak ramai yang mengatakan KTSP dengan sebutan Kurikulum Tidak Siap Pakai.

Sumber :ACST.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar