Sabtu, 18 April 2009

Lembaga Pendidikan Akan Dikenai Pajak

Jakarta, Kompas - Sebagai konsekuensi dari disahkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, lembaga penyelenggara pendidikan menjadi subyek pajak. Karena itu, lembaga penyelenggara pendidikan yang kelak akan berubah nama menjadi badan hukum pendidikan akan dikenai pajak.

”Saya belum cek ke Dirjen Pajak, tapi katanya bakal ada keringanan pajak untuk penyelenggara pendidikan,” kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo di hadapan pimpinan redaksi media cetak dan elektronik di Jakarta, Jumat (16/1) siang. Belum dipastikan jenis pajak yang akan dikenakan kepada badan hukum pendidikan (BHP).

Khusus untuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang umumnya memiliki areal tanah yang luas, menurut Mendiknas, status tanahnya milik negara yang ditangani Departemen Keuangan. Pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk PTN akan ditangani khusus Departemen Keuangan.

Mendiknas mengatakan, UU BHP, yang pada 17 Desember 2008 disetujui DPR untuk disahkan oleh pemerintah, berprinsip pada pengelolaan dana secara mandiri, nirlaba, otonomi, akuntabilitas, dan transparan-si untuk meningkatkan pelayanan pendidikan kepada masyarakat.

Mendiknas juga membantah jika dikatakan UU BHP identik dengan komersialisasi. ”BHP berprinsip nirlaba. Jika ada sisa hasil usaha, harus ditanamkan kembali untuk penyelenggaraan pendidikan,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Mendiknas, diberikan jaminan 20 persen kursi untuk peserta didik yang miskin secara ekonomi, tetapi berprestasi. Pemerintah dan badan hukum pendidikan pemerintah (BHPP) pun berkewajiban memenuhi 2/3 biaya operasionalnya, sedangkan 1/3 ditanggung mahasiswa. ”Apa yang dimaksud biaya operasional akan dirumuskan dengan Ikatan Akuntan Indonesia,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Fasli Jalal mengatakan, dalam UU BHP memang tak diatur soal lembaga pendidikan asing. Meski demikian, pemerintah menggariskan, lembaga pendidikan asing harus memenuhi tiga prinsip, yakni nirlaba, hanya membuka bidang keahlian setara politeknik bidang elektronika dan otomotif, serta hanya boleh dibuka di lima kota, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Yogyakarta.

”Setelah mengetahui tiga syarat yang ditetapkan, peminat asing yang semula akan membuka pendidikan di Indonesia, mundur,” kata Fasli.

Sumber :Kompas
Sabtu, 17 Januari 2009 | 01:24 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar